PEREKONOMIAN INDONESIA
BEDAH JURNAL
AKUNTANSI
NAMA :
AMIRIAH
NPM :
20214966
KELAS :
1EB02
BAB
I
LATAR
BELAKANG
Penelitian
yang dilakukan oleh Indrawati (2005), dimana dalam penelitian tersebut
instrumen investasinya berupa saham yang terdapat di 20 saham Top frekuensi di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode pengamatan bulan Oktober – Desember
2004 dan bulan Januari – Maret 2005. Penelitian menggunakan Model Indeks
Tunggal dengan program excel, dimana hasil dari penelitiannya: pada periode
pertama portofoio efisien adalah saham PGAS dan BBCA. Saham PGAS mendominasi
saham BBCA, dimana saham PGAS mempunyai posisi return tinggi adalah 1,29%
dengan tingkat risiko 12,12% dan proposi dana 86,41%. Sedangkan untuk periode
kedua portofolio efisien adalah saham ENRG, UNSP, dan BLTA, dengan didominasi
oleh saham ENRG, dimana return tinggi sebesar 1,20% dengan tingkat risiko
12,12% dan posisi dana 77,07%.
Penggunaan
teori portofolio banyak digunakan pada analisis berbagai instrumen investasi,
seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: Nawawi (2006)
melakukan penelitian tentang komposisi portofolio dengan metode Markowitz di
Unit Usaha Syariah BRI (UUS BRI) dengan menggunakan empat jenis pembiayaan
yaitu murabahah, ijarah, mudharabah dan musyarakah. Dari penelitian tersebut
menghasilkan return tertinggi pada saat UUS BRI mengalokasikan 100%
investasinya pada pembiayaan musyarakah dan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata return portofolio yang sudah ada dengan
rata-rata return portofolio optimal yang dibentuk.
Setyanto
(2006) melakukan penelitian tentang menyusun portofolio investasi optimal pada
Reksadana Batasa Syariah dengan instrumen investasi yakni: Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia (SWBI), obligasi syariah, deposito mudharabah, dan saham-saham
JII yang merupakan arahan investasi Batasa Syariah. Penelitian ini menghasilkan
kombinasi dua instrumen, yaitu obligasi syariah dan deposito syariah yang mampu
memberi return yang baik.
Penelitian
oleh Rahmayanti (2006) dilakukan pada BRIngin Life Syariah (BLS), dengan
instrumennya: SWBI, deposito bank syariah, obligasi syariah, reksadana syariah,
dan saham-saham JII. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa portofolio yang
ada di BRIngin Life Syariah belum menghasilkan tingkat imbal hasil dan tingkat
risiko yang optimal.
Astuti
dan Sugiharto (2005) melakukan penelitian tentang pembentukan portofolio
optimal pada Perusahaan Industri Plastics dan Packaging di BEJ,
dengan periode pengamatan selama 5 tahun (1999 - 2003), hasil penelitiannya
diperoleh kombinasi portofolio dari 5 saham ada 4, dari keempat kombinasi
tersebut yang paling optimal adalah dari kombinasi portofolio 2 saham, yaitu
saham PT. Argha Karya Prima Industri Tbk dan saham PT. Berlina Tbk dengan
proporsi dana masing-masing 28% dan 72%, kombinasi kedua saham tersebut
menghasilkan expected return sebesar 0,27% dengan standar deviasi
sebesar 0,23%.
Alexander dan Baptista (2001) menguji implikasi yang
timbul dari pemilihan portofolio dengan menggunakan model VaR-constrained
mean variance efficient frontier. Hasil penelitian memberikan implikasi
yang penting untuk regulasi perbankan, dimana dasar pendekatan VaR untuk
menentukan modal regulasi minimum berhubungan dengan portofolio perdagangan
milik bank pada risiko pasar, dimana bank boleh mengurangi kebutuhan modal
regulasi minimum dengan meningkatkan standar deviasi tentang portofolionya.
BAB
II
TUJUAN
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pembentukan portofolio investasi yang optimal pada perusahaan yang terdaftar
dalam Jakarta Islamic Indeks (JII) dengan menggunakan metode indeks
tunggal. Penggunaan metode tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nawawi, Setyanto dan Rahmayanti yang menggunakan metode Markowitz dalam
menyusun portofolio yang optimal.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Sumber Data
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian lebih bersifat
deskriptif.
3.2 Objek Data
Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic
Indeks (JII). Saham dipilih dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi
harian sejumlah 30 saham. Penelitian ini menggunakan sampel dengan pemilihan
sampel dilakukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu pemilihan
sampel saham perusahaan selama periode penelitian berdasarkan kriteria
tertentu. Kriteria sampel yang digunakan adalah saham-saham yang tidak
mengalami stock split, reverse stock dan saham yang baru listing antara
periode tersebut. Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari perubahan harga
yang terjadi selama periode pengamatan, menghindari harga rata-rata antara
harga saham lama dan harga saham baru, dan untuk perhitungan harga yang tidak
lengkap yang terjadi karena saham baru listing dalam JII.
Dari
hasil pengamatan dicari 15 sampel saham yang memenuhi kriteria untuk
saham-saham yang mempunyai return tinggi. Pengamatan ini hanya dilakukan
sebanyak 15 sampel karena untuk membatasi jumlah pembentukan portofolio saham.
Batasan
ruang lingkup penelitian adalah bulan Oktober – Desember 2008 dan Januari –
Maret 2009. Data yang diambil merupakan data sekunder yang diperoleh melalui
media internet khususnya data mengenai saham perusahaan-perusahaan yang listing
dalam JII dan indeks harga saham gabungan yang diakses melalui
www.idx.co.id, serta data Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang diakses
melalui www.bi.go.id.
3.3 Variabel
Terdapat
2 jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu Inependent Variabel (Variabel Bebas)
dan Dependent Variabel (Variabel Terikat). Variabel Bebas : Portofolio
Saham-Saham Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index. Variabel
Terkait : Perkembangan Saham
3.4 Alat Analisis
Analisis
data dilakukan dengan menggunakan model indeks tunggal untuk menentukan set
portofolio yang optimal, sedangkan perhitungannya dilakukan dengan menggunakan
program excel. Keseluruhan analisis data dilakukan pada tiap-tiap periode
pengamatan, yang dilakukan untuk 15 saham teraktif meliputi periode pertama
bulan Oktober – Desember 2008 dan periode kedua bulan Januari – Maret 2009.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini meneliti perkembangan 15 saham teraktif dari perusahaan-perusahaan yang
masuk dalam Jakarta Islamic Indeks (JII) selama 6 bulan berturut-turut
dengan membaginya menjadi dua periode pengamatan, yaitu: periode pertama adalah
bulan Oktober – Desember 2008 dan periode kedua pada bulan Januari – Maret
2009. Data ke 15 saham teraktif merupakan sampel yang dipilih dari populasi
saham yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Indeks yang berjumlah 30.
Berdasarkan kriteria dalam pemilihan sampel diperoleh 26 saham pada periode
Oktober – Desember 2008 dan 25 saham pada periode Januari – Maret 2009.
Selanjutnya dari masing-masing jumlah saham pada kedua periode tersebut dibuat
rangking berdasarkan total nilai return tinggi saham top frekuensi. Dari
hasil pengamatan dipilih 15 sampel saham yang memenuhi kriteria untuk saham-saham
yang mempunyai return tinggi. Pengamatan ini hanya dilakukan sebanyak 15
sampel karena untuk membatasi jumlah pembentukan portofolio saham.
Berdasarkan
hasil analisis penelitian perkembangan 15 saham teraktif selama 6 bulan yang
terbagi menjadi 2 periode, adalah sebagai berikut:
1)
Periode
Pertama Bulan: Oktober – Desember 2008
Hasil
analisis periode pertama diperoleh 15 saham teraktif dengan return tinggi
berdasarkan total frekuensinya, adalah sebagai berikut: ANTM, TINS, PTBA, INCO,
TKLM, UNSP, WIKA, AALI, SGRO, ITMG, SMGR, ELSA, UNVR, KLBF, CTRP.
Berdasarkan
data saham teraktif periode pertama dilakukan perhitungan dengan menggunakan
program excel dihasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected
return) individual dan risiko individual, sebagai berikut:
a. Saham dengan expected return tertinggi,
antara lain : SMGR (0,90%), PTBA (0,27%), ANTM (0,26%).
b. Saham dengan expected return terendah,
antara lain: UNSP (-0,70%), KLBF (-0,57%), ITMG (-0,56%).
c. Saham tertinggi prosentase risikonya berdasarkan
standar deviasi adalah: PTBA (8,40%), ITMG (8,19%), UNSP (8,16%).
d.
Saham terendah prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: UNVR
(3,61%), ELSA (4,45%), TLKM (4,86%).
Kemudian
jika dilihat standar deviasi portofolio yang bergerak dari 3,61% sampai 8,40%
dan tingkat keuntungan yang diharapkan bergerak dari -0,70% sampai 0,90%,
menunjukkan bahwa portofolio yang dibentuk bergerak dari saham UNVR dengan
tingkat risiko sebesar 3,61% menuju ke saham PTBA dengan tingkat risiko sebesar
8,40%
Pada
periode pertama ini dihasilkan pula expected return untuk IHSG sebesar
-0,18% dengan variance 0,14% dan standar deviasi yang mencerminkan
risiko IHSG sebesar 3,78%, sedangkan untuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah
yang diambil berdasarkan tingkat SBIS per bulan selama bulan Oktober sampai
Desember 2008 dihasilkan expected return SBIS sebesar11,02% dengan variance
4,30333E-06 dan standar deviasi yang mencerminkan risiko SBIS sebesar
0,2075%.
Selanjutnya
untuk menganalisis portofolio investasi, perlu juga dicari covariance dan
korelasi antar saham. Kovarians adalah ukuran untuk melihat tingkat relatif dua
variabel terhadap suatu nilai rata-rata individunya sepanjang waktu, dalam
portofolio yang dihitung adalah kovarians dari rate of return. Kovarians
yang positif mempunyai arti bahwa rate of return dari dua variabel
cenderung bergerak menurut arah yang relatif sama terhadap rata-rata rate of
return individualnya selama periode yang sama dan apabila kovarians negatif
menunjukkan pergerakan arah yang berlawanan.
Analisis
data menghasilkan nilai kovarians antara saham-saham pada periode pertama ini
bernilai positif, ini menunjukkan rate of return dari dua jenis saham
bergerak bersama-sama, artinya bahwa kenaikan return suatu saham akan
menyebabkan kenaikan return pada saham lainnya.
Koefisien
korelasi digunakan untuk mengukur pergerakan antara dua variabel. Korelasi
sangat penting untuk mengetahui hubungan antar saham satu dengan saham yang
lain dan dengan hubungan antar saham dengan IHSG sebagai pembentuk portofolio.
Bila dua instrumen investasi berkorelasi positif (+1) maka tidak portofolio,
karena risiko yang terjadi dan akan ditanggung paling tidak merupakan risiko
saham terkecil bila dipegang sebagai aset tunggal sedangkan bila berkorelasi
negatif (-1) maka risiko akan dihilangkan. Tanda positif menunjukkan rate of
return dari kedua saham mempunyai hubungan searah dan sebaliknya tanda
negatif menunjukkan pergerakan dua instrumen investasi selalu berlawanan.
Hasil
analisis koefisien korelasi antara saham-saham pada periode pertama bernilai
kecil, sehingga baik bila digunakan dalam membentuk portofolio. Koefisien yang
diperoleh sangat menguntungkan, karena koefisien yang relatif kecil akan sangat
bermanfaat menurunkan risiko portofolio.
Dari
perhitungan dengan menggunakan model indeks tunggal portofolio yang optimal
pada periode pertama tidak terbentuk, karena saham-saham yang menjadi sampel
dalam penelitian ini mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil
atau saham-saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*).
Berdasarkan perhitungan menunjukkan semua saham mempunyai nilai ERBi negatif,
yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham
yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti
saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang
masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan
kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang
akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang
lebih menguntungkan.
Hasil
perhitungan pada periode pertama menunjukkan tidak terbentuk portofolio
optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi
dana yang harus diinvestasikan pada periode tersebut.
Pemilihan
terhadap portofolio yang optimal sangat tergantung dari sikap investor. Bagi
investor yang risk averse, tentu akan memilih portofolio bagi investor
yang risk taker, jelas akan memilih portofolio yang memberikan return
tinggi meskipun risiko yang dihadapi juga besar. Pembentukan portofolio pada
periode pertama ini, menunjukkan adanya kelebihan dari perhitungan dengan model
indeks tunggal di bandingkan dengan model Markowitz. Kelebihan tersebut
menggunakan perhitungan rasio excess to beta yang didefinisikan sebagai
selisih expected return dengan return aktiva bebas risiko, yang berarti
mengukur kelebihan return relatif terhadap satu unit risiko yang tidak di
diversifikasikan yang di ukur dengan beta, rasio juga menentukan hubungan
antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan risiko. Portofolio yang
optimal adalah saham-saham yang mempunyai nilai rasio excess to beta yang
tinggi, dengan menggunakan titik pembatas (cut off point).
Pada
portofolio model Markowitz perhitungannya hanya dihitung dari rata-rata tertimbang
dari tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham-saham yang membentuk
portofolio, perhitungannya tidak mempertimbangkan nilai beta saham tersebut.
Beta mengukur volalitas return portofolio terhadap return pasar, yang mengukur
risiko sistematik dari suatu portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Model
indeks tunggal dipergunakan dengan alasan menyederhanakan input analisis,
karena pada dasarnya analisis portofolio untuk mencari dua parameter
portofolio, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dan
standar deviasi portofolio, sedangkan penggunaan mean-variance model
memerlukan penaksiran koefisien korelasi, sehingga apabila kita membentuk
portofolio yang terdiri dari 15 saham, maka kita perlu menaksir koefisien
korelasi sebanyak N(N-1) atau 15(15-1) = 210 pasang koefisien korelasi, dengan
demikian akan menyulitkan input untuk analisis. Alasan lainnya adalah
penggunaan parameter beta pada model indeks tunggal lebih stabil di dalam
melihat tingkat keuntungan, dibandingkan koefisien korelasi antar tingkat
keuntungan kemungkinan sekali tidak stabil. Sementara tingkat keuntungan dan
deviasi standar mungkin relatif stabil (artinya dibandingkan tahun-tahun yang
lalu tidak banyak mengalami perubahan ini merupakan persyaratan stationarity
yang ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance).
Analisis
perhitungan pada periode pertama ini menggunakan data saham-saham yang memiliki
frekuensi saham teraktif, sehingga nilai beta penting diketahui untuk melihat
hubungan antara frekuensi keaktifan saham-saham dengan tingkat frekuensinya.
Hasilnya diketahui bahwa pada periode pertama ini hubungan antara nilai beta
dengan frekuensi keaktifan saham-saham periode ini terbukti tidak selalu
menunjukkan hubungan yang searah, artinya bila nilai beta kecil tidak selalu
menunjukkan bahwa saham tersebut tidak berfrekuensi aktif, dan sebaliknya.
2)
Periode
Kedua : Januari – Maret 2009
Hasil
analisis periode kedua diperoleh 15 saham teraktif dengan return tinggi
berdasarkan total frekuensinya, adalah sebagai berikut: ANTM, UNSP, INCO, TINS,
PTBA, ASII, TLKM, ELSA, AALI, CTRP, BISI, KLBF, INDY, SGRO, ITMG.
Berdasarkan
data saham teraktif periode kedua dilakukan perhitungan dengan menggunakan
program excel dihasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return)
individual dan risiko individual, sebagai berikut:
a. Saham dengan expected return tertinggi,
antara lain: KLBF (0,85%), ELSA (0,65%), INDY (0,64%).
b. Saham dengan expected return terendah,
antara lain: ITMG (-0,38%), BISI (-0,32%), TINS (-0,27%).
c. Saham tertinggi prosentase risikonya berdasarkan
standar deviasi adalah: BISI (5,42%), UNSP (5,22%), KLBF (4,96%).
d.
Saham terendah prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: TINS
(2,36%), TLKM (2,49%), ITMG (2,52%).
Kemudian
jika dilihat standar deviasi portofolio yang bergerak dari 2,36% sampai 5,42%
dan tingkat keuntungan yang diharapkan bergerak dari -0,38% sampai 0,85%,
menunjukkan bahwa portofolio yang dibentuk bergerak dari saham TINS dengan
tingkat risiko sebesar 2,36% menuju ke saham BISI dengan tingkat risiko sebesar
5,42 %.
Pada
periode kedua ini dihasilkan pula expected return untuk IHSG sebesar
0,033% dengan variance 0,024% dan standar deviasi yang mencerminkan
risiko IHSG sebesar 1,55%, sedangkan untuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah
yang diambil berdasarkan tingkat SBIS per bulan selama bulan Januari sampai
Maret 2009 dihasilkan expected return SBIS sebesar 8,82% dengan variance
4,20433E-05 dan standar deviasi yang mencerminkan risiko SBIS sebesar
0,648%.
Selanjutnya
untuk menganalisis portofolio investasi, perlu juga dicari covariance dan
korelasi antar saham. Kovarians adalah ukuran untuk melihat tingkat relatif dua
variabel terhadap suatu nilai rata-rata individunya sepanjang waktu, dalam
portofolio yang dihitung adalah kovarians dari rate of return. Kovarians
yang positif mempunyai arti bahwa rate of return dari dua variabel
cenderung bergerak menurut arah yang relatif sama terhadap rata-rata rate of
return individualnya selama periode yang sama dan apabila kovarians negatif
menunjukkan pergerakan arah yang berlawanan.
Analisis
data menghasilkan nilai kovarians antara saham-saham pada periode kedua ini
sebagian besar bernilai positif, ini menunjukkan rate of return dari dua
jenis saham bergerak bersama-sama, artinya bahwa kenaikan return suatu saham
akan menyebabkan kenaikan return pada saham lainnya.
Koefisien
korelasi digunakan untuk mengukur pergerakan antara dua variabel. Korelasi
sangat penting untuk mengetahui hubungan antar saham satu dengan saham yang
lain dan dengan hubungan antar saham dengan IHSG sebagai pembentuk portofolio.
Bila dua instrumen investasi berkorelasi positif (+1) maka tidak portofolio,
karena risiko yang terjadi dan akan ditanggung paling tidak merupakan risiko
saham terkecil bila dipegang sebagai aset tunggal sedangkan bila berkorelasi
negatif (-1) maka risiko akan dihilangkan. Tanda positif menunjukkan rate of
return dari kedua saham mempunyai hubungan searah dan sebaliknya tanda
negatif menunjukkan pergerakan dua instrumen investasi selalu berlawanan.
Hasil
analisis koefisien korelasi antara saham-saham pada periode kedua bernilai
kecil dan cenderung negatif, sehingga baik bila digunakan dalam membentuk
portofolio. Koefisien yang diperoleh sangat menguntungkan, karena koefisien
yang relatif kecil akan sangat bermanfaat menurunkan risiko portofolio.
Dari
perhitungan dengan menggunakan model indeks tunggal portofolio yang optimal
pada periode kedua tidak terbentuk, karena saham-saham yang menjadi sampel
dalam penelitian ini mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil
atau saham-saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*).
Berdasarkan perhitungan menunjukkan semua saham mempunyai nilai ERBi negatif,
yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham
yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti
saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang
masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan
kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang
akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang
lebih menguntungkan.
Hasil
perhitungan pada periode kedua menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal,
sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang
harus diinvestasikan pada periode tersebut.
Pemilihan
terhadap portofolio yang optimal sangat tergantung dari sikap investor. Bagi
investor yang risk averse, tentu akan memilih portofolio bagi investor
yang risk taker, jelas akan memilih portofolio yang memberikan return
tinggi meskipun risiko yang dihadapi juga besar.
Pembentukan
portofolio pada periode kedua ini, menunjukkan adanya kelebihan dari
perhitungan dengan model indeks tunggal di bandingkan dengan model Markowitz.
Kelebihan tersebut menggunakan perhitungan rasio excess to beta yang
didefinisikan sebagai selisih expected return dengan return aktiva bebas
risiko, yang berarti mengukur kelebihan return relatif terhadap satu unit
risiko yang tidak di diversifikasikan yang di ukur dengan beta, rasio juga
menentukan hubungan antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan
risiko. Portofolio yang optimal adalah saham-saham yang mempunyai nilai rasio excess
to beta yang tinggi, dengan menggunakan titik pembatas (cut off point).
Pada
portofolio model Markowitz perhitungannya hanya dihitung dari rata-rata
tertimbang dari tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham-saham yang
membentuk portofolio, perhitungannya tidak mempertimbangkan nilai beta saham
tersebut. Beta mengukur volalitas return portofolio terhadap return pasar, yang
mengukur risiko sistematik dari suatu portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Model
indeks tunggal dipergunakan dengan alasan menyederhanakan input analisis,
karena pada dasarnya analisis portofolio untuk mencari dua parameter
portofolio, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dan
standar deviasi portofolio, sedangkan penggunaan mean-variance model
memerlukan penaksiran koefisien korelasi, sehingga apabila kita membentuk
portofolio yang terdiri dari 15 saham, maka kita perlu menaksir koefisien
korelasi sebanyak N(N-1) atau 15(15-1) = 210 pasang koefisien korelasi, dengan
demikian akan menyulitkan input untuk analisis. Alasan lainnya adalah
penggunaan parameter beta pada model indeks tunggal lebih stabil di dalam
melihat tingkat keuntungan, dibandingkan koefisien korelasi antar tingkat
keuntungan kemungkinan sekali tidak stabil. Sementara tingkat keuntungan dan
deviasi standar mungkin relatif stabil (artinya dibandingkan tahun-tahun yang
lalu tidak banyak mengalami perubahan ini merupakan persyaratan stationarity
yang ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance).
Analisis
perhitungan pada periode kedua ini menggunakan data saham-saham yang memiliki
frekuensi saham teraktif, sehingga nilai beta penting diketahui untuk melihat
hubungan antara frekuensi keaktifan saham-saham dengan tingkat frekuensinya.
Hasilnya diketahui bahwa pada periode pertama ini hubungan antara nilai beta
dengan frekuensi keaktifan saham-saham periode ini terbukti tidak selalu
menunjukkan hubuangan yang searah, artinya bila nilai beta kecil tidak selalu
menunjukkan bahwa saham tersebut tidak berfrekuensi aktif, dan sebaliknya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1)
Periode
pertama bulan Oktober – Desember 2008
Dari
15 saham teraktif pada periode pertama tidak terbentuk portofolio yang optimal,
karena saham-saham tersebut mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih
kecil atau saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Cutt
off point pada periode ini sebesar -0,03091296 (-3,09%), sehingga saham
dengan nilai Ci mulai dari -0,03091296 (-3,09%) merupakan portofolio optimal.
Semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham
tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat
pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk
masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda
negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika
dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan.
Hasil
perhitungan pada periode pertama menunjukkan tidak terbentuk portofolio
optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi
dana yang harus diinvestasikan pada periode pertama.
2)
Periode
Kedua Bulan Januari – Maret 2009
Dari
15 saham teraktif pada periode kedua tidak terbentuk portofolio yang optimal,
karena saham-saham tersebut mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih
kecil atau saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Cutt
off point pada periode ini sebesar -0,00213 (-0,213%), sehingga saham
dengan nilai Ci mulai dari -0,00213 (-0,213%) merupakan portofolio optimal.
Semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham
tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat
pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk
masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda
negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika
dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan56 Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Hasil
perhitungan pada periode kedua menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal,
sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang
harus diinvestasikan pada periode kedua.
5.2
Saran
1. Investor dalam memilih keputusan
untuk investasi yang optimal harus dapat membuat suatu daftar yang memuat return
dan risiko portofolio.
2. Investor dapat memilih emiten untuk
menginvestasikan modal secara layak dengan menggunakan indeks tunggal, namun
penggunaan model ini dibutuhkan akurasi dalam penyelesaiannya sehingga model
ini sangat tergantung dari akurasi parameter yang digunakan.
3. Bagi
penelitian selanjutnya, sebaiknya meningkatkan jumlah sampel, sehingga
diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik dan memungkinkan
pendalaman