Smashed Pink Can

Sabtu, 30 Mei 2015



PEREKONOMIAN INDONESIA
PERBANKAN









NAMA : AMIRIAH
NPM : 20214966
KELAS : 1EB02

Pengertian dan Fungsi Perbankan
Pengertian Perbankan

Definisi Bank menurut Undang-Undang  RI Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan menurut Hasibuan (2005:2), pengertian bank adalah: Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotif profit juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.

Selain itu Kasmir (2008:2) berpendapat bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.

Berdasarkan ketiga pengertian di atas  dapat disimpulkan bahwa bank adalah usaha yang berbentuk lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of fund) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (lack of fund), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya untuk motif  profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi Perbankan
Menurut Budisantoso (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services.
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut , dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of Service
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

Dan dari definisi-definisi yang telah tertulis diatas, maka dapat kita garis bawahi bahwa yang dimaksud dengan bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut.

Daftar Pustaka
  • Budisantoso, T dan Sigit. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
  • Hasibuan, Melayu SP. 2005. Dasar-dasar Perbankan.Jakarta: PT. Bumi Aksara. 
  • Kasmir. S.E., M.M. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  • Kasmir. S.E., M.M. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  • http://www.kajianpustaka.com/2013/01/pengertian-dan-fungsi-perbankan.html

Senin, 04 Mei 2015



 PEREKONOMIAN INDONESIA
BEDAH JURNAL
AKUNTANSI








NAMA : AMIRIAH
NPM : 20214966
KELAS : 1EB02


BAB I
LATAR BELAKANG

Penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2005), dimana dalam penelitian tersebut instrumen investasinya berupa saham yang terdapat di 20 saham Top frekuensi di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode pengamatan bulan Oktober – Desember 2004 dan bulan Januari – Maret 2005. Penelitian menggunakan Model Indeks Tunggal dengan program excel, dimana hasil dari penelitiannya: pada periode pertama portofoio efisien adalah saham PGAS dan BBCA. Saham PGAS mendominasi saham BBCA, dimana saham PGAS mempunyai posisi return tinggi adalah 1,29% dengan tingkat risiko 12,12% dan proposi dana 86,41%. Sedangkan untuk periode kedua portofolio efisien adalah saham ENRG, UNSP, dan BLTA, dengan didominasi oleh saham ENRG, dimana return tinggi sebesar 1,20% dengan tingkat risiko 12,12% dan posisi dana 77,07%.
Penggunaan teori portofolio banyak digunakan pada analisis berbagai instrumen investasi, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: Nawawi (2006) melakukan penelitian tentang komposisi portofolio dengan metode Markowitz di Unit Usaha Syariah BRI (UUS BRI) dengan menggunakan empat jenis pembiayaan yaitu murabahah, ijarah, mudharabah dan musyarakah. Dari penelitian tersebut menghasilkan return tertinggi pada saat UUS BRI mengalokasikan 100% investasinya pada pembiayaan musyarakah dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata return portofolio yang sudah ada dengan rata-rata return portofolio optimal yang dibentuk.
Setyanto (2006) melakukan penelitian tentang menyusun portofolio investasi optimal pada Reksadana Batasa Syariah dengan instrumen investasi yakni: Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), obligasi syariah, deposito mudharabah, dan saham-saham JII yang merupakan arahan investasi Batasa Syariah. Penelitian ini menghasilkan kombinasi dua instrumen, yaitu obligasi syariah dan deposito syariah yang mampu memberi return yang baik.
Penelitian oleh Rahmayanti (2006) dilakukan pada BRIngin Life Syariah (BLS), dengan instrumennya: SWBI, deposito bank syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, dan saham-saham JII. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa portofolio yang ada di BRIngin Life Syariah belum menghasilkan tingkat imbal hasil dan tingkat risiko yang optimal.
Astuti dan Sugiharto (2005) melakukan penelitian tentang pembentukan portofolio optimal pada Perusahaan Industri Plastics dan Packaging di BEJ, dengan periode pengamatan selama 5 tahun (1999 - 2003), hasil penelitiannya diperoleh kombinasi portofolio dari 5 saham ada 4, dari keempat kombinasi tersebut yang paling optimal adalah dari kombinasi portofolio 2 saham, yaitu saham PT. Argha Karya Prima Industri Tbk dan saham PT. Berlina Tbk dengan proporsi dana masing-masing 28% dan 72%, kombinasi kedua saham tersebut menghasilkan expected return sebesar 0,27% dengan standar deviasi sebesar 0,23%.
Alexander dan Baptista (2001) menguji implikasi yang timbul dari pemilihan portofolio dengan menggunakan model VaR-constrained mean variance efficient frontier. Hasil penelitian memberikan implikasi yang penting untuk regulasi perbankan, dimana dasar pendekatan VaR untuk menentukan modal regulasi minimum berhubungan dengan portofolio perdagangan milik bank pada risiko pasar, dimana bank boleh mengurangi kebutuhan modal regulasi minimum dengan meningkatkan standar deviasi tentang portofolionya.

BAB II
TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pembentukan portofolio investasi yang optimal pada perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Indeks (JII) dengan menggunakan metode indeks tunggal. Penggunaan metode tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nawawi, Setyanto dan Rahmayanti yang menggunakan metode Markowitz dalam menyusun portofolio yang optimal.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian lebih bersifat deskriptif.

3.2 Objek Data
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Indeks (JII). Saham dipilih dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi harian sejumlah 30 saham. Penelitian ini menggunakan sampel dengan pemilihan sampel dilakukan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel saham perusahaan selama periode penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria sampel yang digunakan adalah saham-saham yang tidak mengalami stock split, reverse stock dan saham yang baru listing antara periode tersebut. Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari perubahan harga yang terjadi selama periode pengamatan, menghindari harga rata-rata antara harga saham lama dan harga saham baru, dan untuk perhitungan harga yang tidak lengkap yang terjadi karena saham baru listing dalam JII.
Dari hasil pengamatan dicari 15 sampel saham yang memenuhi kriteria untuk saham-saham yang mempunyai return tinggi. Pengamatan ini hanya dilakukan sebanyak 15 sampel karena untuk membatasi jumlah pembentukan portofolio saham.
Batasan ruang lingkup penelitian adalah bulan Oktober – Desember 2008 dan Januari – Maret 2009. Data yang diambil merupakan data sekunder yang diperoleh melalui media internet khususnya data mengenai saham perusahaan-perusahaan yang listing dalam JII dan indeks harga saham gabungan yang diakses melalui www.idx.co.id, serta data Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang diakses melalui www.bi.go.id.

3.3 Variabel
Terdapat 2 jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu Inependent Variabel (Variabel Bebas) dan Dependent Variabel (Variabel Terikat). Variabel Bebas : Portofolio Saham-Saham Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index. Variabel Terkait : Perkembangan Saham

3.4 Alat Analisis
Analisis data dilakukan dengan menggunakan model indeks tunggal untuk menentukan set portofolio yang optimal, sedangkan perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program excel. Keseluruhan analisis data dilakukan pada tiap-tiap periode pengamatan, yang dilakukan untuk 15 saham teraktif meliputi periode pertama bulan Oktober – Desember 2008 dan periode kedua bulan Januari – Maret 2009.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini meneliti perkembangan 15 saham teraktif dari perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Jakarta Islamic Indeks (JII) selama 6 bulan berturut-turut dengan membaginya menjadi dua periode pengamatan, yaitu: periode pertama adalah bulan Oktober – Desember 2008 dan periode kedua pada bulan Januari – Maret 2009. Data ke 15 saham teraktif merupakan sampel yang dipilih dari populasi saham yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Indeks yang berjumlah 30. Berdasarkan kriteria dalam pemilihan sampel diperoleh 26 saham pada periode Oktober – Desember 2008 dan 25 saham pada periode Januari – Maret 2009. Selanjutnya dari masing-masing jumlah saham pada kedua periode tersebut dibuat rangking berdasarkan total nilai return tinggi saham top frekuensi. Dari hasil pengamatan dipilih 15 sampel saham yang memenuhi kriteria untuk saham-saham yang mempunyai return tinggi. Pengamatan ini hanya dilakukan sebanyak 15 sampel karena untuk membatasi jumlah pembentukan portofolio saham.
Berdasarkan hasil analisis penelitian perkembangan 15 saham teraktif selama 6 bulan yang terbagi menjadi 2 periode, adalah sebagai berikut:

1)                  Periode Pertama Bulan: Oktober – Desember 2008
Hasil analisis periode pertama diperoleh 15 saham teraktif dengan return tinggi berdasarkan total frekuensinya, adalah sebagai berikut: ANTM, TINS, PTBA, INCO, TKLM, UNSP, WIKA, AALI, SGRO, ITMG, SMGR, ELSA, UNVR, KLBF, CTRP.
Berdasarkan data saham teraktif periode pertama dilakukan perhitungan dengan menggunakan program excel dihasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) individual dan risiko individual, sebagai berikut:
a. Saham dengan expected return tertinggi, antara lain : SMGR (0,90%), PTBA (0,27%), ANTM (0,26%).
b. Saham dengan expected return terendah, antara lain: UNSP (-0,70%), KLBF (-0,57%), ITMG (-0,56%).
c. Saham tertinggi prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: PTBA (8,40%), ITMG (8,19%), UNSP (8,16%).
d. Saham terendah prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: UNVR (3,61%), ELSA (4,45%), TLKM (4,86%).
Kemudian jika dilihat standar deviasi portofolio yang bergerak dari 3,61% sampai 8,40% dan tingkat keuntungan yang diharapkan bergerak dari -0,70% sampai 0,90%, menunjukkan bahwa portofolio yang dibentuk bergerak dari saham UNVR dengan tingkat risiko sebesar 3,61% menuju ke saham PTBA dengan tingkat risiko sebesar 8,40%
Pada periode pertama ini dihasilkan pula expected return untuk IHSG sebesar -0,18% dengan variance 0,14% dan standar deviasi yang mencerminkan risiko IHSG sebesar 3,78%, sedangkan untuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang diambil berdasarkan tingkat SBIS per bulan selama bulan Oktober sampai Desember 2008 dihasilkan expected return SBIS sebesar11,02% dengan variance 4,30333E-06 dan standar deviasi yang mencerminkan risiko SBIS sebesar 0,2075%.
Selanjutnya untuk menganalisis portofolio investasi, perlu juga dicari covariance dan korelasi antar saham. Kovarians adalah ukuran untuk melihat tingkat relatif dua variabel terhadap suatu nilai rata-rata individunya sepanjang waktu, dalam portofolio yang dihitung adalah kovarians dari rate of return. Kovarians yang positif mempunyai arti bahwa rate of return dari dua variabel cenderung bergerak menurut arah yang relatif sama terhadap rata-rata rate of return individualnya selama periode yang sama dan apabila kovarians negatif menunjukkan pergerakan arah yang berlawanan.
Analisis data menghasilkan nilai kovarians antara saham-saham pada periode pertama ini bernilai positif, ini menunjukkan rate of return dari dua jenis saham bergerak bersama-sama, artinya bahwa kenaikan return suatu saham akan menyebabkan kenaikan return pada saham lainnya.
Koefisien korelasi digunakan untuk mengukur pergerakan antara dua variabel. Korelasi sangat penting untuk mengetahui hubungan antar saham satu dengan saham yang lain dan dengan hubungan antar saham dengan IHSG sebagai pembentuk portofolio. Bila dua instrumen investasi berkorelasi positif (+1) maka tidak portofolio, karena risiko yang terjadi dan akan ditanggung paling tidak merupakan risiko saham terkecil bila dipegang sebagai aset tunggal sedangkan bila berkorelasi negatif (-1) maka risiko akan dihilangkan. Tanda positif menunjukkan rate of return dari kedua saham mempunyai hubungan searah dan sebaliknya tanda negatif menunjukkan pergerakan dua instrumen investasi selalu berlawanan.
Hasil analisis koefisien korelasi antara saham-saham pada periode pertama bernilai kecil, sehingga baik bila digunakan dalam membentuk portofolio. Koefisien yang diperoleh sangat menguntungkan, karena koefisien yang relatif kecil akan sangat bermanfaat menurunkan risiko portofolio.
Dari perhitungan dengan menggunakan model indeks tunggal portofolio yang optimal pada periode pertama tidak terbentuk, karena saham-saham yang menjadi sampel dalam penelitian ini mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil atau saham-saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Berdasarkan perhitungan menunjukkan semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan.
Hasil perhitungan pada periode pertama menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang harus diinvestasikan pada periode tersebut.
Pemilihan terhadap portofolio yang optimal sangat tergantung dari sikap investor. Bagi investor yang risk averse, tentu akan memilih portofolio bagi investor yang risk taker, jelas akan memilih portofolio yang memberikan return tinggi meskipun risiko yang dihadapi juga besar. Pembentukan portofolio pada periode pertama ini, menunjukkan adanya kelebihan dari perhitungan dengan model indeks tunggal di bandingkan dengan model Markowitz. Kelebihan tersebut menggunakan perhitungan rasio excess to beta yang didefinisikan sebagai selisih expected return dengan return aktiva bebas risiko, yang berarti mengukur kelebihan return relatif terhadap satu unit risiko yang tidak di diversifikasikan yang di ukur dengan beta, rasio juga menentukan hubungan antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan risiko. Portofolio yang optimal adalah saham-saham yang mempunyai nilai rasio excess to beta yang tinggi, dengan menggunakan titik pembatas (cut off point).
Pada portofolio model Markowitz perhitungannya hanya dihitung dari rata-rata tertimbang dari tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham-saham yang membentuk portofolio, perhitungannya tidak mempertimbangkan nilai beta saham tersebut. Beta mengukur volalitas return portofolio terhadap return pasar, yang mengukur risiko sistematik dari suatu portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Model indeks tunggal dipergunakan dengan alasan menyederhanakan input analisis, karena pada dasarnya analisis portofolio untuk mencari dua parameter portofolio, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dan standar deviasi portofolio, sedangkan penggunaan mean-variance model memerlukan penaksiran koefisien korelasi, sehingga apabila kita membentuk portofolio yang terdiri dari 15 saham, maka kita perlu menaksir koefisien korelasi sebanyak N(N-1) atau 15(15-1) = 210 pasang koefisien korelasi, dengan demikian akan menyulitkan input untuk analisis. Alasan lainnya adalah penggunaan parameter beta pada model indeks tunggal lebih stabil di dalam melihat tingkat keuntungan, dibandingkan koefisien korelasi antar tingkat keuntungan kemungkinan sekali tidak stabil. Sementara tingkat keuntungan dan deviasi standar mungkin relatif stabil (artinya dibandingkan tahun-tahun yang lalu tidak banyak mengalami perubahan ini merupakan persyaratan stationarity yang ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance).
Analisis perhitungan pada periode pertama ini menggunakan data saham-saham yang memiliki frekuensi saham teraktif, sehingga nilai beta penting diketahui untuk melihat hubungan antara frekuensi keaktifan saham-saham dengan tingkat frekuensinya. Hasilnya diketahui bahwa pada periode pertama ini hubungan antara nilai beta dengan frekuensi keaktifan saham-saham periode ini terbukti tidak selalu menunjukkan hubungan yang searah, artinya bila nilai beta kecil tidak selalu menunjukkan bahwa saham tersebut tidak berfrekuensi aktif, dan sebaliknya.

2)                  Periode Kedua : Januari – Maret 2009
Hasil analisis periode kedua diperoleh 15 saham teraktif dengan return tinggi berdasarkan total frekuensinya, adalah sebagai berikut: ANTM, UNSP, INCO, TINS, PTBA, ASII, TLKM, ELSA, AALI, CTRP, BISI, KLBF, INDY, SGRO, ITMG.
Berdasarkan data saham teraktif periode kedua dilakukan perhitungan dengan menggunakan program excel dihasilkan tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) individual dan risiko individual, sebagai berikut:
a. Saham dengan expected return tertinggi, antara lain: KLBF (0,85%), ELSA (0,65%), INDY (0,64%).
b. Saham dengan expected return terendah, antara lain: ITMG (-0,38%), BISI (-0,32%), TINS (-0,27%).
c. Saham tertinggi prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: BISI (5,42%), UNSP (5,22%), KLBF (4,96%).
d. Saham terendah prosentase risikonya berdasarkan standar deviasi adalah: TINS (2,36%), TLKM (2,49%), ITMG (2,52%).
Kemudian jika dilihat standar deviasi portofolio yang bergerak dari 2,36% sampai 5,42% dan tingkat keuntungan yang diharapkan bergerak dari -0,38% sampai 0,85%, menunjukkan bahwa portofolio yang dibentuk bergerak dari saham TINS dengan tingkat risiko sebesar 2,36% menuju ke saham BISI dengan tingkat risiko sebesar 5,42 %.
Pada periode kedua ini dihasilkan pula expected return untuk IHSG sebesar 0,033% dengan variance 0,024% dan standar deviasi yang mencerminkan risiko IHSG sebesar 1,55%, sedangkan untuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang diambil berdasarkan tingkat SBIS per bulan selama bulan Januari sampai Maret 2009 dihasilkan expected return SBIS sebesar 8,82% dengan variance 4,20433E-05 dan standar deviasi yang mencerminkan risiko SBIS sebesar 0,648%.
Selanjutnya untuk menganalisis portofolio investasi, perlu juga dicari covariance dan korelasi antar saham. Kovarians adalah ukuran untuk melihat tingkat relatif dua variabel terhadap suatu nilai rata-rata individunya sepanjang waktu, dalam portofolio yang dihitung adalah kovarians dari rate of return. Kovarians yang positif mempunyai arti bahwa rate of return dari dua variabel cenderung bergerak menurut arah yang relatif sama terhadap rata-rata rate of return individualnya selama periode yang sama dan apabila kovarians negatif menunjukkan pergerakan arah yang berlawanan.
Analisis data menghasilkan nilai kovarians antara saham-saham pada periode kedua ini sebagian besar bernilai positif, ini menunjukkan rate of return dari dua jenis saham bergerak bersama-sama, artinya bahwa kenaikan return suatu saham akan menyebabkan kenaikan return pada saham lainnya.
Koefisien korelasi digunakan untuk mengukur pergerakan antara dua variabel. Korelasi sangat penting untuk mengetahui hubungan antar saham satu dengan saham yang lain dan dengan hubungan antar saham dengan IHSG sebagai pembentuk portofolio. Bila dua instrumen investasi berkorelasi positif (+1) maka tidak portofolio, karena risiko yang terjadi dan akan ditanggung paling tidak merupakan risiko saham terkecil bila dipegang sebagai aset tunggal sedangkan bila berkorelasi negatif (-1) maka risiko akan dihilangkan. Tanda positif menunjukkan rate of return dari kedua saham mempunyai hubungan searah dan sebaliknya tanda negatif menunjukkan pergerakan dua instrumen investasi selalu berlawanan.
Hasil analisis koefisien korelasi antara saham-saham pada periode kedua bernilai kecil dan cenderung negatif, sehingga baik bila digunakan dalam membentuk portofolio. Koefisien yang diperoleh sangat menguntungkan, karena koefisien yang relatif kecil akan sangat bermanfaat menurunkan risiko portofolio.
Dari perhitungan dengan menggunakan model indeks tunggal portofolio yang optimal pada periode kedua tidak terbentuk, karena saham-saham yang menjadi sampel dalam penelitian ini mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil atau saham-saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Berdasarkan perhitungan menunjukkan semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan.
Hasil perhitungan pada periode kedua menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang harus diinvestasikan pada periode tersebut.
Pemilihan terhadap portofolio yang optimal sangat tergantung dari sikap investor. Bagi investor yang risk averse, tentu akan memilih portofolio bagi investor yang risk taker, jelas akan memilih portofolio yang memberikan return tinggi meskipun risiko yang dihadapi juga besar.
Pembentukan portofolio pada periode kedua ini, menunjukkan adanya kelebihan dari perhitungan dengan model indeks tunggal di bandingkan dengan model Markowitz. Kelebihan tersebut menggunakan perhitungan rasio excess to beta yang didefinisikan sebagai selisih expected return dengan return aktiva bebas risiko, yang berarti mengukur kelebihan return relatif terhadap satu unit risiko yang tidak di diversifikasikan yang di ukur dengan beta, rasio juga menentukan hubungan antara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan risiko. Portofolio yang optimal adalah saham-saham yang mempunyai nilai rasio excess to beta yang tinggi, dengan menggunakan titik pembatas (cut off point).
Pada portofolio model Markowitz perhitungannya hanya dihitung dari rata-rata tertimbang dari tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham-saham yang membentuk portofolio, perhitungannya tidak mempertimbangkan nilai beta saham tersebut. Beta mengukur volalitas return portofolio terhadap return pasar, yang mengukur risiko sistematik dari suatu portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Model indeks tunggal dipergunakan dengan alasan menyederhanakan input analisis, karena pada dasarnya analisis portofolio untuk mencari dua parameter portofolio, yaitu tingkat keuntungan yang diharapkan dari portofolio dan standar deviasi portofolio, sedangkan penggunaan mean-variance model memerlukan penaksiran koefisien korelasi, sehingga apabila kita membentuk portofolio yang terdiri dari 15 saham, maka kita perlu menaksir koefisien korelasi sebanyak N(N-1) atau 15(15-1) = 210 pasang koefisien korelasi, dengan demikian akan menyulitkan input untuk analisis. Alasan lainnya adalah penggunaan parameter beta pada model indeks tunggal lebih stabil di dalam melihat tingkat keuntungan, dibandingkan koefisien korelasi antar tingkat keuntungan kemungkinan sekali tidak stabil. Sementara tingkat keuntungan dan deviasi standar mungkin relatif stabil (artinya dibandingkan tahun-tahun yang lalu tidak banyak mengalami perubahan ini merupakan persyaratan stationarity yang ditunjukkan dari stabilnya nilai mean dan variance).
Analisis perhitungan pada periode kedua ini menggunakan data saham-saham yang memiliki frekuensi saham teraktif, sehingga nilai beta penting diketahui untuk melihat hubungan antara frekuensi keaktifan saham-saham dengan tingkat frekuensinya. Hasilnya diketahui bahwa pada periode pertama ini hubungan antara nilai beta dengan frekuensi keaktifan saham-saham periode ini terbukti tidak selalu menunjukkan hubuangan yang searah, artinya bila nilai beta kecil tidak selalu menunjukkan bahwa saham tersebut tidak berfrekuensi aktif, dan sebaliknya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1)            Periode pertama bulan Oktober – Desember 2008
Dari 15 saham teraktif pada periode pertama tidak terbentuk portofolio yang optimal, karena saham-saham tersebut mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil atau saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Cutt off point pada periode ini sebesar -0,03091296 (-3,09%), sehingga saham dengan nilai Ci mulai dari -0,03091296 (-3,09%) merupakan portofolio optimal. Semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan.
Hasil perhitungan pada periode pertama menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang harus diinvestasikan pada periode pertama.

2)            Periode Kedua Bulan Januari – Maret 2009
Dari 15 saham teraktif pada periode kedua tidak terbentuk portofolio yang optimal, karena saham-saham tersebut mempunyai excess return to beta (ERBi) lebih kecil atau saham dengan nilai ERBi di bawah titik cutt off point (C*). Cutt off point pada periode ini sebesar -0,00213 (-0,213%), sehingga saham dengan nilai Ci mulai dari -0,00213 (-0,213%) merupakan portofolio optimal. Semua saham mempunyai nilai ERBi negatif, yang berarti bahwa saham-saham tersebut mempunyai tingkat pengembalian saham yang masih dibawah tingkat pengembalian aset bebas risiko (Rf). Hal ini berarti saham tidak layak untuk masuk portofolio karena memiliki pengembalian yang masih lebih rendah daripada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dengan kata lain ERBi masih bertanda negatif akan menunjukkan kerugiaan investasi yang akan diperoleh, jika dibandingkan dengan menginvestasikan uang di bank yang lebih menguntungkan56 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Hasil perhitungan pada periode kedua menunjukkan tidak terbentuk portofolio optimal, sehingga tidak dapat diketahui berapa komposisi modal atau proporsi dana yang harus diinvestasikan pada periode kedua.

5.2 Saran
1. Investor dalam memilih keputusan untuk investasi yang optimal harus dapat membuat suatu daftar yang memuat return dan risiko portofolio.
2. Investor dapat memilih emiten untuk menginvestasikan modal secara layak dengan menggunakan indeks tunggal, namun penggunaan model ini dibutuhkan akurasi dalam penyelesaiannya sehingga model ini sangat tergantung dari akurasi parameter yang digunakan.
3. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya meningkatkan jumlah sampel, sehingga diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang lebih baik dan memungkinkan pendalaman