Pengertian Etika Pemerintahan
Ethical Governance ( Etika
Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan
kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man ).
1. Governance System
Sistem pemerintahan adalah suatu tatanan utuh yang
terdiri atas berbagai komponen yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi
dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan. Sesuai dengan kondisi negara
masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1. Presidensial
2. Parlementer
4. Komunis
6. liberal
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk
menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi
tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan
rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang
kuat di mana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan
mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung
selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal
tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga
kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi di
mana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan
sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana
kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara
dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal
dari rakyatnya itu sendiri.
2.
Budaya
Etika
Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas
manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh
organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
1. Menetapkan credo
perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan
organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
2. Menetapkan program etika. Suatu
sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan
pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi
pegawai baru dan audit etika.
3. Menetapkan kode etik
perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya.
Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis
secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance
memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi
baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di
stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal,
Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance,
dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance“.
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk
komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian
dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan
organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu
dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai
pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan
perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan
ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal
perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen,
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders. Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan
main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum
maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat
dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para
stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
5. Evaluasi Terhadap Kode Prilaku Korporasi
Pelaksanaan Code of Conduct diawasi oleh Dewan
Kehormatan yang bertugas mengawasi pelaksanaan pedoman ini. Pembentukan Dewan
Kehormatan (terdiri dari unsur Dewan Komisaris, Direksi, Karyawan yang
ditunjuk, dan Serikat Pekerja) dna mekanisme kerjanya diatur dalam Surat
Keputusan Direksi. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi sangat perlu
dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan
melakukan koreksi apabila diketahui terdapa kesalahan. Apabila perusahaan
menemukan adanya pelanggaran Code of Conduct maka tahap pelaporannya adalah :
1. Setiap individu wajib melaporkan
setiap pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan individu lain dengan bukti
yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
2. Dewan Kehormatan wajib mencatat
setiap laporan pelanggaran pedoman perilaku perusahaandan melaporkannya kepada
Direksi dengan bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan
3. Dewan Kehormatan wajib memberikan
pelindungan terhadap pelapor
Sumber:
Opini:
Governance
system itu merupakan sistem hukum yang berada di dalam suatu perusahaan yang
berfokus pada internal dan ekternal perusahaan. budaya etika itu sangat penting
di terapakan di dalam organisasi maupun perusahaan untuk mencapai tujuan yang
baik karena pada dasarnya etika merupakan tingkah laku manusia dalam hidup
bersosialisasi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar